Hasil Pencarian

Pencarian

Selasa, 17 Februari 2009

Barombong, panorama indah di dekat kota


Barombong merupakan salah satu  tempat tujuan wisata di Provinsi Sulawesi Selatan. selain tempatnya dekat dari kota makassar juga fasilitas disana murah dan terjangkau berbagai kalangan. berbagai tempat disana yang menjadi tujuan wisata, antara lain : restoran, pantai, tempat mancing, dan lain-lain.

Keadaan Geografis


Kecamatan Barombong merupakan daerah dataran yang berbatasan Sebelah Utara Kecamatan Pallangga, Kabupaten Takalar dan Kota Makassar Sebelah Selatan Kecamatan Bajeng dan Kota Makassar Sebelah Barat Kabupaten Takalar dan Kota Makassar sedangkan di Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bajeng dan Barombong. Curah hujan rata dalam pertahun antara 135 hari sampai 160 hari dan ketinggian dari permukaan laut berkisar rata-rata 25 meter. Dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 7 (tujuh) desa/kelurahan dan dibentuk berdasarkan PERDA No. 7 Tahun 2005. Ibukota Kecamatan Barombong adalah Kanjilo dengan jarak sekitar 6,5 km dari Sungguminasa merupakan salah satu daerah pertanian dan pengembangan permukiman.



Jumlah penduduk Kecamatan Barombong sebesar 31.717 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebesar 16.553 jiwa dan perempuan sebesar 15.164 jiwa dan sekitar 99,8 persen beragama Islam.



Beberapa fasilitas umum yang terdapat di Kecamatan Barombong seperti sarana pendidikan antara lain Taman Kanak-Kanak sebanyak 8 buah, Sekolah dasar negeri 4 buah, Sekolah Dasar Inpres 12 buah, Sekolah Lanjutan Pertama 1 buah. Di samping itu terdapat beberapa sarana kesehatan, seperti Puskesmas 2 buah, Pustu 6 buah, Posyandu 25 buah dan Polindes 1 buah. Ada juga tempat ibadah (Masjid dan Suaru), dan pasar.



Penduduk Kecamatan Barombong umumnya berprofesi sebagai petani, sedangkan sektor non pertanian terutama bergerak pada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.


Partisipasi masyarakat dalam pembangunan cukup besar hal ini terlihat dari konstribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang telah mencapai 100 persen.






Tabel 1


Luas Wilayah, Rumahtangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk


Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Barombong


Tahun 2007


























































































Desa/Kelurahan



Luas Wilayah (Km2)



Jumlah



Kepadatan Penduduk Per Km2



Rata- Rata Besarnya Anggota Rumah


Tangga



Rumah


Tangga



Penduduk



(1)



(2)



(3)



(4)



(5)



(6)



01. Biringngala



2,32



581



2.724



1.174



5



02. Moncobalang



3,54



881



4.135



1.168



5



03. Tinggimae



3,10



804



4.098



1.322



5



04. Lembangparang



2,38



1.016



5.152



2.165



5



05. Kanjilo



4,21



1.172



6.158



1.463



5



06. Tamanyeleng



3,10



903



4.608



1.486



5



07. Benteng Sombaopu



2,02



504



4.842



2.397



10



Jumlah



20,67



5.861



31.717



1.534



5



Sumber : Koordinator Statistik Kecamatan Barombong

Jumat, 13 Februari 2009

Resep Jalangkote




# mentega 2 sdm
# air secukupnya
# garam secukupnya

2.Bahan untuk isinya :
* taoge 1/4 kilo
* wortel 2 buah
* pepaya (yang masih muda) 1buah
* kol (tergantung selera)
* udang atau daging sapi (tidak diwajibkan kok)
* bawang merah 4 siung
* bawang putih 3 siung
* garam secukupnya
* vetsin (MSG) secukupnya
* minyak goreng 3 sdm (untuk menumis)
* gula secukupnya
3.Bahan untuk kuah
* cabe secukupnya
* bawang putih 3 siung
* garam secukupnya
* gula secukupnya ; cuka


Cara pembuatan kulit :
terigu dicampur dengan mentega dan diaduk sampe menyatu,sedangkan air dan garam dicampur dalam satu wadah,dan dimasukkan sedikit demi sedikit pada bahan campuran terigu dan mentega (masih sambil diaduk-aduk) sampai adonannya menyatu,test dulu kalau kulitnya tidak terlalu kering atau encer,terlalu kering tambahin air,dan kalau terlalu encer tinggal tambahin terigunya,karena kalau terlalu kering atau encer kulitnya mudah sobek diemin lebih kurang 15 menit setelah itu siap dicetak.


Cara pembuatan isi :
potong wortel, tauge, kentang, kol, dan vermicelli tergantung selera deh mau isi apaan

bawang merah dan bawang putih diulek jangan terlalu halus,

panaskan minyak goreng kemudian tumis bumbu yg diulek sampai wangi,kemudian masukan air sedikit demi sedikit atau chicken broth

kemudian masukan gula,garam dan vetsin (opsional) secukupnya,setelah mendidih masukan potongan wortel dan kentang terlebih dahulu, diaduk lebih kurang 5 menit baru  masukan taoge/kol 2-3 menit langsung diangkat dan tiriskan.


Cara pembuatan saus

cabe dan bawang putih direbus,dan ditiriskan kemudian ulek halus 2 bahan tersebut dengan garam,kemudian dicampur  2 gelas air, kemudian tambahkan gula, campur sedikit cuka juga boleh.



sumber : http://tantegode.multiply.com/journal/item/28/Resep_Jalangkote

Kerajaan Gowa

1. Sejarah



Menurut mitologi, sebelum kedatangan Tomanurung di tempat yang kemudian menjadi bagian dari wilayah kerajaan Gowa, sudah terbentuk sembilan pemerintahan otonom yang disebut Bate Selapang atau Kasuwiyang Salapang (gabungan/federasi). Sembilan pemerintahan otonom tersebut adalah Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agang Jekne, Bissei, Kalling dan Serro. Pada awalnya, kesembilan pemerintahan otonom ini hidup berdampingan dengan damai, namun, lama kelamaan, muncul perselisihan karena adanya kecenderugnan untuk menunjukkan keperkasaan dan semangat ekspansi. Untuk mengatasi perselisihan ini, kesembilan pemerintahan otonom ini kemudian sepakat memilih seorang pemimpin di antara mereka yang diberi gelar Paccallaya. Ternyata rivalitas tidak berakhir dengan kesepakan ini, karena masing-masing wilayah berambisi menjadi ketua Bate Selapang. Di samping itu, Paccallaya ternyata juga tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Hingga suatu ketika, tersiar kabar bahwa di suatu tempat yang bernama Taka Bassia di Bukit Tamalate, hadir seorang putri yang memancarkan cahaya dan memakai dokoh yang indah.
Mendengar ada seorang putri di Taka Basia, Paccallaya dan Bate Salapang mendatangi tempat itu, duduk tafakkur mengelilingi cahaya tersebut. Lama-kelamaan, cahaya tersebut menjelma menjadi wanita cantik, yang tidak diketahui nama dan asal-usulnya. Oleh karena itu, mereka menyebutnya Tomanurung. Lalu, Paccallaya bersama Kasuwiyang Salapang berkata pada Tomanurung tersebut, “kami semua datang kemari untuk mengangkat engkau menjadi raja kami, sudilah engkau menetap di negeri kami dan sombaku lah yang merajai kami”. Setelah permohonan mereka dikabulkan, Paccallaya bangkit dan berseru, “Sombai Karaeng Nu To Gowa (sembahlah rajamu wahai orang-orang Gowa).

Tidak lama kemudian, datanglah dua orang pemuda yang bernama Karaeng Bayo dan Lakipadada, masing-masing membawa sebilah kelewang. Paccallaya dan kasuwiyang kemudian mengutarakan maksud mereka, agar Karaeng Bayo dan Tomanurung dapat dinikahkan agar keturunan mereka bisa melanjutkan pemerintahan kerajaan Gowa. Kemudain semua pihak di situ membuat suatu ikrar yang intinya mengatur hak, wewenang dan kewajiban orang yang memerintah dan diperintah. Ketentuan tersebut berlaku hingga Tomanurung dan Karaeng Bayo menghilang, ketika anak tunggal mereka Tumassalangga Baraya lahir. Anak tunggal inlah yang selanjutnya mewarisi kerajaan Gowa.



Kerajaan Gowa mencapai puncak keemasannya pada abad XVI yang lebih populer dengan sebutan kerajaan kembar “Gowa-Tallo” atau disebut pula zusterstaten (kerajaan bersaudara). Kerajaan Dwi-Tunggal ini terbentuk pada masa pemerintahan Raja Gowa IX, Karaeng Tumaparissi Klonna (1510-1545), dan ini sangat sulit dipisahkan karena kedua kerajaan telah menyatakan ikrar bersama, yang terkenal dalam pribahasa “Rua Karaeng Na Se’re Ata” (“Dua Raja tetapai satu rakyat”). Oleh karena itu, kesatuan dua kerajaan itu disebut Kerajaan Makassar.

Masa kejayaan Kerajaan Gowa tidak terlepas dari peran yang dimainkan oleh Karaeng Patingalloang, Mangkubumi Kerajaan yang berkuasa 1639-1654. Nama lengkapnya adalah I Mangadicinna Daeng Sitaba Sultan Mahmud, putra Raja Tallo VII, Mallingkaang Daeng Nyonri Karaeng Matowaya. Sewaktu Raja Tallo I Mappaijo Daeng Manyuru diangkat menjadi raja Tallo, usianya baru satu tahun. Karaeng Pattingalloang diangkat untuk menjalankan kekuasaannya sampai I Mappoijo cukup usia. Oleh karena itu dalam beberapa catatan disebutkan bahwa Karaeng Pattingalloang adalah Raja Tallo IX.

Karaeng Pattingalloang diangkat menjadi sebagai Mengkubumi Kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid, yang memerintah pada tahun 1639-1653. Karaeng Pattingalloang, dilantik menjadi Tumabbicara Butta Kerajaan pada hari Sabtu, tanggal 18 Juni 1639. Jabatan itu didapatkannya setelah ia menggantikan ayahnya Karaeng Matowaya. Pada saat ini menjabat Mangkubumi, Karajaan Makassar telah menjadi sebuah kerajaan terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya.

Karaeng Pattingalloang adalah putra Gowa yang kepandaiannya atau kecakapannya melebihi orang-orang Bugis Makassar pada umumnya. Dalam usia 18 tahun ia telah menguasai banyak bahasa, di antaranya bahasa Latin, Yunani, Itali, Perancis, Belanda, Arab, dan beberapa bahasa lainnya. Selain itu juga memperdalam ilmu falak. Pemerintah Belanda melalui wakil-wakilnya di Batavia di tahun 1652 menghadiahkan sebuah bola dunia (globe) yang khusus dibuat di negeri Belanda, yang diperkirakan harganya f 12.000. Beliau meninggal pada tanggal 17 September 1654 di Kampung Bontobiraeng. Sebelum meninggalnya ia telah mempersiapkan 500 buah kapal yang masing-masing dapat memuat 50 awak untuk menyerang Ambon.

Karaeng Pattingolloang adalah juga seorang pengusaha internasional, beliau bersama dengan Sultan Malikussaid berkongsi dengan pengusaha besar Pedero La Matta, Konsultan dagang Spanyol di Bandar Somba Opu, serta dengan seorang pelaut ulung Portugis yang bernama Fransisco Viera dengan Figheiro, untuk berdagang di dalam negeri. Karaeng Pattingalloang berhasil mengembangkan/meningkatkan perekonomian dan perdagangan Kerajaan Gowa. Di kota Raya Somba Opu, banyak diperdagangkan kain sutra, keramik Cina, kain katun India, kayu Cendana Timor, rempah-rempah Maluku, dan Intan Berlian Borneo.

Pada pedagang-pedagang Eropa yang datang ke Makassar biasanya membawa buah tangan yang diberikan kepada para pembesar dan bangsawan-bangsawan di Kerajaan Gowa. Buah tangan itu kerap kali juga disesuaikan dengan pesan yang dititipkan ketika mereka kembali ke tempat asalnya. Karaeng Pattingalloang ketika diminta buah tangan apa yang diinginkannya, jawabnya adalah buku. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Karaeng Pattingalloang memiliki banyak koleksi buku dari berbagai bahasa.

Karaeng Pattingalloang adalah sosok cendikiawan yang dimiliki oleh Kerajaan Makassar ketika itu. Karena itu pedulinya terhadap ilmu pengetahuan, sehingga seorang penyair berkebangsaan Belanda yang bersama Joost van den Vondel, sangat memuji kecendikiawannya dan membahasakannya dalam sebuah syair sebagai berikut:

“Wiens aldoor snuffelende brein
Een gansche werelt valt te klein”

Yang artinya sebagai berikut:

“Orang yang pikirannya selalu dan terus menerus mencari sehingga seluruh dunia rasanya terlalu sempit baginya”.

Karaeng Patingalloang tampil sebagai seorang cendekiawan dan negarawan di masa lalu. Sebelum beliau meninggal dunia, beliau pernah berpesan untuk generasi yang ditinggalkan antara lain sebagai berikut:

Ada lima penyebab runtuhnya suatu kerajaan besar, yaitu:



1. Punna taenamo naero nipakainga’ Karaeng Mangguka,
2. Punna taenamo tumanggngaseng ri lalang Pa’rasangnga,
3. Punna taenamo gau lompo ri lalang Pa’rasanganga,
4. Punna angngallengasemmi soso’ Pabbicaraya, dan
5. Punna taenamo nakamaseyangi atanna Mangguka.

Yang artinya sebagai berikut :

1. Apabila raja yang memerintah tidak mau lagi dinasehati atau diperingati,
2. Apabila tidak ada lagi kaum cerdik cendikia di dalam negeri,
3. Apabila sudah terlampau banyak kasus-kasus di dalam negeri,
4. Apabila sudah banyak hakim dan pejabat kerajaan suka makan sogok, dan
5. Apabila raja yang memerintah tidak lagi menyayangi rakyatnya.





Beliau wafat ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda. Setelah wafatnya, ia kemudian mendapat sebutan “Tumenanga ri Bonto Biraeng”.

Dari sudut pandang terminologi, belum ada kesempatan (konsensus) arti kata Gowa yang menjelaskan secara utuh asal-usul kata serapan Gowa. Arti yang ada hanyalah asumsi dan perkiraan antara lain: pertama, kata Gowa berasal dari “goari”, yang berarti kamar atau bilik/perhimpun; kedua, berasal dari kata “gua”, yang berarti liang yang berkait dengan tempat kemunculan awal Tomanurung ri Gowa (Raja Gowa I) di gua/perbukitan Taka Bassia, Tamalate (dalam bahasa Makassar artinya tidak layu) yang kemudian secara politik kata Gowa dipakai untuk mengintegrasikan kesembilan kasuwiang (Bate Salapang) yang bersifat federasi di bawah paccallaya, yang kemudian menjadi kekuasaan tunggal Tomanurung, sehingga leburlah Bate Salapang menjadi Kerajaan “Gowa” yang diperkirakan berdiri pada abad XIII (1320).

Sampai masa kekuasaan Raja Gowa VIII I Pakere’ Tau Tunnijallo ri Passukki, pemerintahan kerajaan dipusatkan di Taka Bassia (Tamalate) sebagai istana Raja Gowa I. Kemudian istana raja ini dipindahkan ke Somba Opu oleh Raja Gowa IX Daeng Mantare Karaeng Mengunungi yang bergelar Tumapa’risi Kallonna karena dianggap lebih menguntungkan dan strategis sebagai kerajaan yang maju di bidang ekonomi dan politik. Pada masa inilah Kerajaan Gowa mulai memperluas kekuasaannya dan menaklukkan berbagai daerah sekitarnya termasuk menjalin hubungan kerjasama dan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan lain. Hal ini berlangsung sampai Raja Gowa XII, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bonto Langkasa (1565-1590). Ambisi itulah yang menjadikan Kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan besar. Bandar yang dimilikinya menjadi bandar persinggahan niaga dunia yang sangat maju karena telah memiliki berbagai fasilitas sebagaimana layaknya negara-negara besar lain di abad XVI dan XVII. Pada waktu itu pemerintah menjalankan sistem politik terbuka berdasarkan teori Mare Leberum (laut bebas) yang memberi jamina usaha para pedagang asing. Akan tetapi, ambisi itu pula yang menciptakan persaingan yang bersifat terselubung (laten) ketika ingin memegang hegomoni dan zuserenitas di Sulewasi, terutama persaingannya dengan Kerajaan Bone. Ketika persaingan itu memuncak, Belanda memanfaatkan situasi tersebut dengan melancarkan politik devide et impera (pecah belah dan kuasai) serta menerapkan sistem monopoli yang sangat bertentangan dengan prinsip mare liberum hingga meletusnya perang Makassar (1666-1669).





Di sisi lain, agama Islam salah satu alasan perlawanan Bone ketika Gowa berusaha mengintroduksi agama Islam. Usaha itu diprakarsai oleh Raja Gowa XV I Mangerangi Daeng Manrabbia Karaeng Lakiung bergelar Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna (1593-1639) yang menjadi muslim pada tanggal 9 Jumadil 1051 H atau 20 September 1605. Beliau berusaha mewujudkan penyatuan Sulawesi tetapi tidak terealisir sampai masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669) yang berakhir dengan Pernjanjian Bungaya pada tanggal 18 November 1667 setelah Perang Makassar.

PESONA PARIWISATA KABUPATEN GOWA

SELAYANG PANDANG KABUPATEN GOWA


Kabupaten Gowa merupakan salah satu bekas kerajaan maritim terbesar di Indonesia, daerah kekuasaannya bahkan sampai ke Madagaskar. Kerjasama dan bantuan yang diberikan kepada kerajaan Mataram dan Sriwijaya, merupakan bukti kebesaran kerajaan gowa dizamannya. Wilayah kabupaten gowa terbagi atas 18 kecamatan, 115 desa dan 36 kelurahan dengan luas sekitar 1.833,33 km2. sebagian besar wilayah kabupaten gowa merupakan dataran tinggi 80,17 % dan luas dataran rendah 19,83 %. Sungguminasa sebagai ibukota kabupaten gowa terletak di kecamatan somba opu berjarak 10 km dari kota metro makassar sebagai ibukota provinsi sulawesi selatan.



PERKEBUNAN TEH




Perkebunan the berlokasi di desa Bulutana yang berjarak ±9 km dari kota malino dengan ketinggian 1600 meter dari permukaan laut. Teh hijau merupakan salah satu andalan ekspor kabupaten gowa. Perkebunan the ini mempunyai pemandangan yang indah serta menyejukkan mata untuk dipandang dan udara yang sangat sejuk, pengunjung dapat berolahraga sepeda gunung bersama keluarga. Tanaman the yang ada disana adalah jenis the hijau dan the hitam, hasil produksinya 80% di ekspor ke Jepang dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri.



PERKEBUNAN BUAH MARKISA


Perkebunan buah markisa terletak didesa “kanreapia” yang berjarak ±9 km dari ibukota kecamatan malino. Buah markisa yang dihasilkan diolah menjadi minuman segar yang bermutu tinggi dan mempunyai ciri khas rasa yang berbeda dengan markisa dari daerah lain. Perkebunan markisa ini mempunyai pemandangan yang indah serta udara yang sangat sejuk, pengunjung dapat mencicipi buah markisa sebelum diolah menjadi minuman segar.



MAKAM SULTAN HASANUDDIN


Sultan Hasanuddin (1629-1670) Raja gowa yang mengabdikan seluruh hayatnya untuk berjuang melawan penjajah Belanda. Makam Sultan Hasanuddin berada diatas bukit “kale gowa” kelurahan katangka, kecamatan Somba Opu, di kompleks makam raja-raja gowa. Tidak jauh dari makam tersebut terdapat sebongkah batu yang disebut batu “pallantikang” (Takabassia) sebagai tempat pelantikan/penobatan raja-raja gowa, dan di batu tersebut merupakan awal kemunculan seorang perempuan yang turun dari langit (kayangan) dan menjadi raja gowa pertama yang disebut (Tumanurung Bainea) setelah masa kerajaan Gowa purba.



MAKAM ARUNG PALAKKA


Arung palakka adalah seorang raja yang memerintah kerajaan bone pada masa pemerintahan sultan hasanuddin sebagai raja gowa, dalam kawasan makam kuno lainnya salah satu diantaranya adalah makam karaeng pattingaloang beliau merupakan raja gowa yang sangat terkenal sebagai tokoh cendikiawan pada masanya. Lokasi kawasan ini terletak sekitar 200 meter dari jalan poros Makassar-sungguminasa melewati batas gerbang kota kearah kiri.



OBJEK WISATA TIRTA DAM BILI-BILI


Dam bili-bili terletak di kelurahan Bonto Parang , kecamatan parang loe, sekitar 25 km dari kota sungguminasa ibukota kabupaten gowa. Dam bili-bili dibangun sebagai bendungan serbaguna yang berfungsi sebagai irigasi pertanian dan pembangkit sumber daya listrik. dam bili-bili berfungsi juga sebagai objek wisata yang dapat diandalkan di kabupaten gowa, dengan panoramanya yang indah serta sarana rekreasi yang sudah tersedia, para pengunjung dapat menikmati wisata minat khusus, misalnya memancing, dan olahraga air lainnya. Ditempat ini pula kita dapat disuguhi makanan tradisional berupa ikan bakar yang dapat dinikmati bersama keluarga.



BENTENG SOMBA OPU


Benteng somba opu yang dibangun oleh raja gowa ke IX Dg Matanre Tumapparisi Kallonna pada abad XIV (1550 – 1650) yang merupakan pusat kerajaan gowa dan salah satu kota Bandar terbesar di Asia Tenggara pada masanya. Benteng somba opu merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan perkasa masa lalu di Sulawesi Selatan. Sekarang kawasan benteng somba opu dijadikan pusat budaya miniatur dan telah dibangun berbagai rumah adat tradisional dari semua suku/etnis bangsa yang ada di sulawesi selatan dimana setiap rumah adat menggambarkan budaya masing-masing.



AIR TERJUN TAKAPALA


Air Terjun Takapala terletak di Desa Bulu’ Tana, kecamatan tinggi moncong, kurang lebih 6 km dari kota malino Ibukota kecamatan, 68 km dari kota sungguminasa. Air terjun ini berketinggian 109 meter, nikmati keindahan panorama alam yang masih asli serta udaranya yang sejuk. Untuk mencapai air terjun tersebut pengunjung harus berjalan kaki menuruni 1000 anak tangga.



AIR TERJUN KETEMU JODOH


Letak lokasi air terjun ini bersebelahan dengan air terjun takapala di bonto te’ne kelurahan bulutana, tempatnya hanya dipisahkan oleh ruas jalan yang menuju kedesa Majannang kecamatan parigi. Air terjun ini oleh masyarakat dipercaya dapat memberikan kemudahan bagi setiap orang yang datang untuk bermandi sembari berniat untuk mendapatkan jodoh dalam mengarungi bahtera rumah tangga.



HUTAN WISATA MALINO




Hutan wisata Malino dapat ditempuh ± 2 jam dari kota sungguminasa ±76 km, suhu di daerah ini cukup dingin karena berada diketinggian, selain itu juga banyak menghasilkan buah dan sayur-sayuran yang tumbuh dilereng gunung sekitar kota malino. Salah satu gunung yang dapat menjadi objek wisata adalah gunung bawakaraeng di mana gunung ini dianggap suci bagi sekelompok orang. tak jauh dari kota malino terdapat hutan wisata yang merupakan salah satu objek wisata untuk bersantai dan menghirup udara segar di bawah kerindangan pohon pinus dan tempat ini juga merupakan tempat perkemahan remaja yang telah dilengkapi dengan beberapa sarana permainan.



MESJID TUA KATANGKA


Mesjid tua katangka terletak di desa katangka kecamatan somba opu sekitar ± 500 meter dari lokasi kompleks makam syekh yusuf ke arah timur. Mesjid ini merupakan mesjid tertua di Sulawesi selatan, dibangun pada masa pemerintahan raja gowa ke XIV Sultan Alauddin pada tahun 1603, dalam area kawasan Masjid tua ini terdapat beberapa makam kuno raja gowa, beberapa pembesar kerajaan serta para keturunan bangsawan –bangsawan Gowa.



KOMPLEKS MAKAM SYEKH YUSUF


Syekh Yusuf adalah seorang ulama besar yang pernah dimiliki kerajaan gowa, keharuman, namanya serta perjuangannya di kenal di Indonesia bahkan dunia. Syekh yusuf yang bergelar Tuanta salamaka menjadi bagian sejarah dari kerajaan banten dan negara afrika selatan, beliau sangat dihormati sampai sekarang makamnya menjadi tempat ziarah yang ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai daerah. Kepercayaan masyarakat bahwa setiap orang yang berdoa memohon sesuatu kepada-NYA di makam Syekh Yusuf akan dikabulkan doanya oleh yang Maha Kuasa. Dikompleks makam ini terdapat pula makam dari pengikut-pengikut setianya, letaknya di Lakiung katangka kecamatan somba opu sekitar ±500 meter dari gerbang batas kota kabupaten gowa dari makassar kearah timur.



KOMPLEKS ISTANA BALLA LOMPOA




Museum ini adalah salah satu rekonstruksi untuk istana tua kerajaan gowa, dalam susunan kayu yang telah dibangun tahun 1936, dan telah direstorasi pada tahun 1978-1980, museum ini berisi benda-benda kebesaran peninggalan sejarah kerajaan gowa seperti mahkota kerajaan, berbagai manuskrip, sejata sakti, pakaian adat, dan berbagai koleksi alat-alat, perlengkapan upacara adat kerajaan. Disamping kanan museum telah dibangun rumah adat tamalate dimaksudkan untuk mewujudkan kembali bentuk istana tamalate yang pernah dibuat pada masa kejayaan kerajaan gowa abad ke XV dengan tujuan untuk mengangkat budaya bangsa melalui pengembangan pembangunan yang kontekstual.


Kesejukan Air Panas Pencong di Kabupaten Gowa



Berbicara tentang objek wisata permandian air panas, Kabupaten Gowa tak mau kala, saat ini Kabupaten yang dulunya bekas kerajaan maritim terbesar di Indonesia ini sedang melaksanakan tahap pengembangan dan perkenalan obyek wisata air panas Pencong yang terletak di desa Pencong Kecamatan Biringbulu, kabupaten Gowa. Akses menuju lokasi obyek sementara proses pengerjaan dan rencananya tahap pengerjaannya akan rampung akhir Desember 2007. Tempat pemandian air panas di desa pencong Kab. Gowa ini belum terlalu dikenal luas masyarakat, walau demikian masyarakat seputar Gowa,Takalar dan Jeneponto sudah sangat sering berkunjung ke sumber air panas ini hanya sekedar berendam di kolam yang memang disediakan oleh pemerintah setempat. Selain berada di daerah terpencil yang belum terlalu terpromosikan, sumber air panas di Kec. Biringbulu ini cukup menjanjikan untuk dinikmati. Bahkan bisa menjadi sumber PAD yang dapat mendongkrak perekonomian pemerintah setempat dan membantu ekonomi masyarakat sekitar obyek, jika kedepannya obyek ini dikembangkan secara apik seperti permandian air panas di Cipanas,Jawa Barat yang menyediakan berbagai permainan sebagai daya tarik wisatawan berkunjung ke obyek tersebut. Potensi sumber air panas Pencong yang memiliki luas sekitar 2 hektar ini, menurut Kepala Dinas Pariwisata kabupaten Gowa, Andi Rimba Alam Pangerang tak kalah menariknya dengan permandian air panas yang terdapat di tempat lain di Sulsel. Selain pemandangan pegunungan dan hutan yang masih sangat asri, hawa di permandian Pencong juga sangat sejuk, ditambah lagi dengan keindahan pematang sawah yang dilalui saat akan menuju permandian menamba ke-elokan permandian air panas Pencong. Fasilitas yang dapat Anda temukan di tempat ini selain dua kolam renang untuk berendam, tersedia juga tempat parkir yang luas, gazebo, kram air panas, dan wc umum. Jarak tempuh dari Makassar menuju lokasi 75 kilo atau sekitar 2 jam sudah tiba di obyek wisata permandian air panas Pencong. Dan memasuki tempat ini Anda akan dikenakan retribusi Rp2000 umum, untuk selanjutnya menuju ke obyek dengan menuruni anak tangga sekitar 100 meter. Kelelahan sehabis menuruni anak tangga, akan terasa hilang saat Anda tiba di lokasi dan melepas lelah dengan langsung berendam di kolam air panas yang kono juga dipercaya masyarakat setempat dapat menyembukan berbagai penyakit termasuk penyakit kulit, karena air panas ini merupakan air panas yang bersumber langsung dari perut bumi. Lanjut Rimba Alam, saat ini pemerintah memproritaskan akses jalan ke lokasi guna memudahkan masyarakat yang ingin berkunjung ke obyek, sehingga kalau akses menuju lokasi telah rampung dan dapat digunakan masyarakat, barulah tahap berikutnya yakni pembenahan total, penyedian berbagai sarana dilokasi permandian akan dilakukan secara berkesinambungan, dan wisatawan bisa membawa keluarga mereka berliburan ke objek wisata permandian air panas Pencong. yuL In Box : Andi Rimba Alam Pangerang Kepala Dinas Pariwisata kabupaten Gowa ”Kesejukan permandian Air panas Pencong memiliki keasrihan khas, yang belum tentu dimiliki permandian air panas yang ada di kota lain. Ini karena khasiat air panas Pencong,benar-benar asli berasal dari perut bumi”.